Posts

Showing posts from December, 2019

TAMBO ALAM

Image
Mengenal Tambo Ringkasan Tambo Alam Minangkabau Versi Datoek Toeah Data Buku Judul Buku     : Tambo Alam Minangkabau Pengarang     : H Datoek Toeh ( Koto Gadang, Payakumbuh) Editor           : A Damhoeri Penerbit        : Pustaka Indonesia, Bukittinggi Tahun Terbit  : 1930-an (?), Telah dicetak 13 kali Ringkasan Isi Tambo Iskandar Zulkarnain  (1) dari  nagari Ruhum  mewasiatkan kepada tiga putranya untuk  berangkat menuju ke Timur. Setelah IZ wafat ketiga putra tsb  : Sultan Maharaja Alif Sultan Maharaja Depang Sultan Maharaja Diraja Berangkat menuju pulau Langkapuri. Dekat pulau Sailan timbul niat jahat dari  SM Alif dan SM Depang, keduanya memaksa untuk memiliki Mahkota Sanggahana (2),  ketika berebut , mahkota jatuh kelaut.  Seekor naga membelit / menjaga mahkota tsb. Cateri Bilang Pandai (3) menciptakan duplikat mahkota dengan meneropong  dan menggunakan cermin untuk melihatnya. Mahkota jadi, persis seperti aslinya. Mahkota  sudah tukang dibunuh  (4) sehingga tak bisa d

TOKOH PENYUSUN TAMBO

Image
Mengenal Penulis Tambo IBRAHIN DATUAK SANGGUNO DIRAJO mungkin sebuah nama yang tak asing lagi bagi para pencinta kebudayaan Minangkabau. Namnya menjadi tenar berkat karya-karya tulisnya di bidang adat dan budaya Minangkabau. Dua bukunya, Kitab Tjoerai Paparan ‘Adat Lembaga ‘Alam Minangkabau (Fort de Kock: Agam, 1919) dan Moestiko ‘Adat ’Alam Minangkabau (Weltevreden: Balai Poestaka, 1920 [seri no. 277]) telah dicetak berulang kali. Bukunya yang lain: Hikajat Tjindoer Mata (Fort de Kock: Merapi, 1923), Kitab Peratoeran Hoekoem ‘Adat Minangkabau (Fort de Kock: Lie, 1924), Kitab Soal Djawab tantangan ‘Adat Minangkabau (Beladjar ‘Adat dengan Tidak Bergoeroe) (Fort de Kock: Lie, 1927) dan Papatah Minangkabau (Fort de Kock: Merapi, 1928). Beliau menerbitkan pula satu berkala yang berjudul Koempoelan ‘Adat Minangkabau (edisi 1, 27 Mei 1935). Ibrahim pernah berpolemik dengan Haji Rasul (Ayah Buya Hamka). Rupanya bukunya, Kitab Tjoerai Paparan, dikritik oleh Haji Rasul (Abd al-Karīm

MAKNA MARAWA

Image
Arti & Makna Lambang Marawa di Minangkabau Marawa merupakan bendera kebesaran Minangkabau dalam adat Minangkabau bukan hanya sekedar umbul-umbul, tetapi punya arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Marawa ini terdiri dari dua macam perpaduan warna:  Pertama,  perpaduan empat warna yaitu; hitam, kuning, merah dan putih, disebut Marawa Kebesaran Adat Minangkabau. Kedua, tiga warna yaitu; hitam, kuning dan merah, disebut Marawa Kebesaran Alam Minangkabau. Marawa merupakan lambang atau pencerminan wilayah Adat Luhak Nan Tigo. Warna kuning : melambangkan Luhak Tanah datar ( aianyo janiah, ikannyo jinak dan buminyo dingin). Warna merah : melambangkan Luhak Agam (airnyo karuah, ikannya lia dan buminya hangat). Warna hitam : melambangkan Luhak Limopuluah Koto ( aianyo manih, ikannyo banyak dan buminyo tawar). Setiap warna-warna Marawa tersebut mempunyai arti dan makna tersendiri tidak terkecuali tiangnya, yaitu: 1. Marawa Kebesaran Adat Minangkabau (Empat Warna)

HILANG MINANG TINGGALAH KABAU

Image
Renungan Dan Kritikan....Agar Minangkabau Lebih Baik Hilang Minang Tinggalah Kabau? Mungkin Judul ini tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan perangai masyarakat Minangkabau di era globalisasi yang terjadi begitu pesat dan cepat saat ini. "Adaik Nan Basandi Syara', Syara' Nan Basandikan Kitabullah yang merupakan falsafah hidup orang minangkabau, dimana adat yang berdasarkan ajaran agama dan agama yang berdasarkan kitab suci Al-Qur'an seolah sirna dan terlupa oleh kenikmatan surga dunia sesaat.  Segala cara dilakukan dan dihalalkan untuk mendapatkan harta,tahta dan jabatan tanpa memperdulikan landasan hidup orang minang yakninya, "Syara' mangato, Adaik mamakai" yang artinya Islam mengajarkan, memerintahkan serta menganjurkan. Sedangkan adat melaksanakan hubungan antar masyarakat dengan etika dan moral sebagai landasan dan acuan.  Acuannya yaitu Al-Qur'an serta Sunnah Nabi Muhammad SAW. Nilai moral yang menunjukan perilaku santun  merupa