surau kini
Opini di harian Singgalang Padang, 16/1/2017
Surau Sekolah sebagai Laboratorium Karakter
Oleh: Muhammad Kosim
(Dosen FTK IAIN IB Padang)
Jika dalam kuliner orang Minang memiliki makanan khas seperti randang, maka dalam pendidikan masyarakat Minang juga memiliki ciri khas dan distingtif, yaitu surau.
Optimalisasi peran dan fungsi surau sejatinya melahirkan lulusan sekolah-sekolah di Minangkabau yang memiliki karakter religius dan berintegritas.
Hampir setiap sekolah di Sumatera Barat, khususnya tingkat SMP dan SMA sederajat, memiliki surau. Ada yang berfungsi sebagai Masjid, yang lainnya hanya Mushalla. Sayangnya pemanfaatan surau tersebut lebih pada kegiatan ritual, seperti shalat zhuhur berjamaah atau shalat dhuha semata.
Padahal surau memiliki nilai historis yang merupakan bagian penting dalam corak pendidikan di Minangkabau. Begitu juga dalam sejarah Islam, masjid memiliki multifungsi dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat Islam.
Oleh karena itu, surau sekolah mesti dirancang dan dikembangkan fungsinya dengan merujuk pada model masjid masa Rasulullah SAW dan sejarah surau Minangkabau masa lalu yang mengagumkan itu. Dengan begitu, surau dapat diberdayakan sebagai laboratorium pendidikan karakter.
Di masa Rasulullah SAW, masjid memiliki multifungsi. Di antaranya, *pertama*, tempat beribadah. Di dalam masjid Nabawi ini, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya senantiasa melaksanakan shalat fardhu lima waktu secara berjamaah, shalat jumat, berdzikir dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. Nabi SAW bertindak sebagai imam agung masjid tersebut.
Sebagai tempat ibadah, masjid senantiasa diramaikan oleh jamaah. Bahkan ketika masyarakat Madinah mendengar seruan adzan, mereka segera meninggalkan aktifitasnya, seperti tempat perdagangan dan kebun-kebun mereka.
Surau berperan penting dalam mendidik karakter religius. Sekolah mesti memiliki aturan agar saat adzan dan pelaksanaan shalat zhuhur berjamaah, misalnya, seluruh aktivitas dihentikan. Kantin sekolah ditutup, bahkan tamu sementara tidak dilayani. Semua warga sekolah yang beragama Islam mesti melaksanakan shalat berjamaah; siswa, guru, karyawan, termasuk pedagang yang ada di kantin sekolah serta para tamu yang ada saat itu.
Dalam hal ini, surau sekolah sejatinya refresentatif untuk menampung seluruh jamaah. Namun jika surau sekolah relatif kecil, sekolah bisa mencari alternatif lain sehingga seluruh warga sekolah dapat dipastikan melaksanakan shalat zhuhur di lingkungan sekolah. Misalnya memanfaatkan aula, gedung olah raga, atau setiap kelas didesain pada bagian belakang sebagai tempat shalat. Jika ruang kelas digunakan tempat shalat, hal itu bisa memotivasi peserta didik untuk merawat kebersihan kelasnya.
*Kedua*, tempat bermusyawarah. Masjid dijadikan sebagai tempat musyawarah oleh Nabi SAW bersama para sahabatnya dalam rangka mengatur dan mengelola urusan agama dan urusan duniawi mereka. Menjadikan masjid sebagai tempat musyawarah sangat menguntungkan, sebab di dalamnya seorang muslim jauh dari hawa nafsu dan godaan-godaan setan sehingga keputusan yang diambil bukan karena kepentingan pribadi atau golongan.
Surau sekolah dapat dimanfaatkan untuk mendidik nilai karakter musyawarah. Di SMP dan SMA, perlu dibentuk kelompok Rohis atau Bidang Imtak OSIS. Setiap musyawarah yang dilakukan, hendaknya dilakukan di surau. Maka suasana surau harus ditata sedemikian rupa sehingga nyaman dan menginspirasi ketika dilakukan musyawarah.
*Ketiga*, pusat pendidikan. Masjid juga dijadikan sebagai tempat belajar bagi umat sekaligus memecahkan berbagai persoalan yang mereka temuai baik terkait dengan urusan agama atau persoalan keduniaan mereka. Bahkan umat Islam yang datang dari tempat jauh untuk belajar Islam tinggal di sekitar masjid yang kemudian mereka dikenal dengan ashabussuffah.
Surau sekolah perlu didesain oleh guru PAI sebagai sumber belajar. Surau perlu dilengkapi dengan pustaka pojok di pojok-pojok surau, baik kajian keislaman maupun kajian sains yang terintegrasi dengan kajian Islam. Jika memungkinkan, perlu dibangun Laboratorium PAI terintegrasi dengan surau. Para siswa bisa mempelajari Islam melalui literatur yang dikembangkan di dalam surau. Surau pun menjadi pusat pendidikan Islam di sekolah.
*Keempat*, tempat pengadilan. Jika terjadi perselisihan, pertengkaran dan permusuhan di antara kaum muslimin, maka mereka harus didamaikan, diadili dan diberi keputusan hukum dengan adil yang pelaksanaannya dilakukan di dalam masjid. Lagi-lagi masjid difungsikan dengan harapan keputusan hakim tidak dasari oleh hawa nafsu melainkan dengan hati yang suci.
Mengatasi siswa bermasalah juga perlu didamaikan di surau. Guru BK, selain memanfaatkan ruang BK, juga patut memberdayakan surau sebagai salah satu tempat menyelesaikan pertikaian dan permasalahan antar siswa. Melalui surau, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan para siswa semakin tertarik hatinya untuk komitmen melakukan kebaikan.
*Kelima*, pusat pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi umat. Masjid juga diberdayakan untuk menghimpun dana umat sehingga ekonomi umat tetap stabil.
Selama ini, sekolah mengelola infak dari peserta didik. Tentu bukan infak dalam pengertian pungli yang ditetapkan besarannya oleh pihak sekolah. Infak yang merupakan pemberian sukarela siswa yang biasanya dilakukan setiap jumat, sangat tak patut disebut pungli. Sebab siswa yang tidak berinfak, tidak akan diberi sanksi karena sifatnya suka rela.Maka pengelolaan infak harus berbasis surau.
Siswa juga dapat mengembangkan sistem ekonomi syariah, baik berupa koperasi syariah maupun bentuk lainnya. Melalui surau, siswa dapat membantu teman-temannya yang kesusahan sekaligus berupaya mengembangkan ekonomi dengan prinsip syariah, sesuai kemampuan mereka.
*Keenam*, pusat kajian strategi perang dan politik. Dari Aisyah RA, ia berkata: Aku melihat Nabi SAW menghalangi (pandangan)ku dengan serbannya, padahal aku sedang memperhatikan orang-orang Habsyi yang sedang bermain-main di masjid, sehingga aku keluar (hendak melihat mereka lagi). Aku perkirakan masih suka bermain. (HR Bukhari). Ibnu Hajar Al Asqalani mengomentari hadits tersebut bahwa yang dimaksud bermain-main di dalam hadits itu adalah latihan perang, bukan semata-mata bermain. Tetapi di dalamnya adalah melatih keberanian di medan-medan pertempuran dan keberanian menghadapi musuh.
Dalam konteks kekinian, surau sekolah juga dijadikan sebagai pusat kajian Islam dalam membentengi mentalitas pemuda dari serangan-serangan musuh berupa hedonisme, sekularisme, liberalisme, hingga ancaman narkoba, pornografi dan pornoaksi. Para siswa mesti menyadari berbagai ancaman yang dapat merusak masa depan mereka lalu memahami cara memproteksi diri dari berbagai ancaman tersebut. Surau menjadi wadah untuk membina sikap mental yang tahan dari serangan tersebut.
*Ketujuh*, tempat mengobatan. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk mengobati orang sakit, khususnya pada hari-hari terjadi peperangan. Aisyah RA berkata, Pada hari terjadinya perang Khandaq, Saad bin Muadz mengalami luka-luka karena dipanah oleh seseorang dari kafir Quraisy. Kata Khabban bin Araqah, orang itu memanah Saad pada bagian lehernya. Maka, Nabi SAW membuatkan tenda di masjid agar beliau bisa pulang (istirahat) dari jarak yang dekat.
Dalam konteks kekinian, surau sekolah tidak perlu mengobati penyakit siswa, karena sudah tersedia UKS/PMR. Namun mencegah penyakit ruhani peserta didik, maka surau sekolah memiliki peranan penting. Sekolah perlu membentuk majlis zikir dan majlis ilmu sebagai bagian dari upaya terapi ruhani agar terhindar dari penyakit mental. Majlis zikir dan majlis ilmu itu juga berpusat di surau sekolah.
Di antara fungsi masjid masa Rasulullah di atas dapat diterapkan di surau sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah masing-masing. Dengan begitu diharapkan terbentuk peserta didik yang termasuk dalam kelompok *_rajulun qalbuhu muallaqun fil masajid_* (pemuda yang hatinya tergantung ke masjid). Inilah satu di antara tujuh kelompok yang kelak memperoleh naungan dari Allah di hari kiamat.
Selain itu, surau sekolah juga perlu dikembangkan sebagaimana konsep surau di Minangkabau sebagai lembaga pendidikan. Setiap surau di Minangkabau yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, mengajarkan pemuda setempat membaca dan mempelajari al-Quran. Di surau, mereka juga belajar aqidah, ibadah, akhlak, dan seni Islami seperti tilawah Quran, qasidah hingga barzanji.
Di samping itu, surau juga tempat belajar adat Minangkabau. Di surau, para pemuda belajar pepatah-petitih adat, nilai-nilai budaya dan adat Minangkabau, seperti adat basandi syarak syarak basandi kitabullah, syarak mangato adaik mamakai, kato nan ampek, alam takambang jadi guru, sumbang duo baleh, tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin, dan sebagainya.
Dengan demikian, surau sekolah mesti difungsikan sebagai pusat kajian Alquran. Di surau, terdapat data peta kemampuan seluruh siswa tentang bacaan Alquran. Setiap sekolah mesti memastikan bahwa setiap lulusannya bisa membaca Alquran.
Di tingkat SMA/SMK, misalnya, semua lulusannya sudah fasih membaca Alquran. Jika ditemukan sebagian tidak fasih, maka melalui surau mereka dibina.
Begitu pula kajian adat dan budaya Minangkabau, bisa terancam punah jika tidak disentuh oleh pendidikan. Melalui surau sekolah, seharusnya pendidikan adat dan budaya Minangkabau juga dapat dilakukan.
Untuk itu, setiap sekolah mesti membentuk tim pengembang pendidikan karakter dengan menjadikan surau sebagai laboratorium pendidikan karakter. Pimpinan sekolah dan guru harus menjadi teladan dalam pemberdayaan surau tersebut sehinga lahir generasi Minangkabau yang berkarakter dan berkontribusi terhadap masyarakat berperadaban Islam. _Wallahu alam._
Comments
Post a Comment