Posts

Perantau Pertama Ke Mesir

Image
Jembatan Ilmu, Mesir Minangkabau 1 Penemu Jami' Al Azhar Kairo Muhammad Tahir bin Syeikh Muhammad. atau dikenali dengan Sheikh Muhammad Tahir Jalaluddin Al-Falaki Al-Azhari (9 Disember 1869 - 26 Oktober 1956), merupakan ulama minang pertama yang menuntut ilmu ke Kairo Mesir. Beliau bak "penemu" Jami' Azhar  bagi penuntut ilmu dari alam minangkabau bahkan indonesia. Jami' Al Azhar kemudian mayshur drngan Al Azhar University Kehidupan Awal Sheikh Muhammad Tahir dilahirkan pada hari Selasa 4 Ramadhan 1286 Hijrah bersamaan 7 November 1869 di Ampat Angkat, Bukit Tinggi Minangkabau, Sumatra Barat. Bapanya seorang ulamak dikenali sebagai Sheikh Muhammad (juga bergelar Tuanku Muhammad atau Tuanku Cangking); datuknya keturunan bangsawan Minangkabau bernama Tuanku Ahmad Jalaluddin. Beliau yatim ketika kecil lagi dan dibesarkan oleh keluarga pihak ibunya; dan apabila berumur hampir 12 tahun, telah dihantar ke Makkah untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama Isl

Duta Minang Di Mesir

Image
Jembatan Ilmu, Mesir Minangkabau  10 Tiga Duta Dari Minangkabau Tidak hanya jadi pelajar beberapa tokoh minang juga pernah mendapat amanah sebagai duta besar republik indonesia untuk Mesir; 1. Mr. Tamzil gelar Sutan Narajau. Dilahirkan di Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat, 21 Mei 1908 - meninggal di Jakarta, 26 Agustus 1992) adalah seorang politisi dan diplomat Indonesia. Tamsil pernah menjadi Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-2.  Diangkat Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Mesir, Lebanon, Siriya. Dan duta RI di perancis 1960 1966 Ia pernah Selanjutnya, Mr. Tamzil menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa untuk republik arab mes Pendidikan Tamzil: HIS Padang 1917 - 1924 Mulo Padang 1924 -1926.STOVIA 1926-1927 AMS Afdelling B Weltevreden 1926 - 1929 Rechts Hoogeschool Batavia 1929-1931 Universitiet Leiden 1932 2. Ferdy Salim. Beliau adalah seorang pejuang kemerdekaan dan diplomat Indonesia. Sepanjang kariernya sebagai diplomat, Ferdy Salim pernah bertug

Risalah Kebangkitan

Image
Risalah Kebangkitan Islam 2 Donasi Selamatkan Islam di Kampuang Sendiri "Sibuk dengan kondisi islam nun jauh disana Lupa islam ditanah kelahiran sendiri" Tersebutlah Abdul Ghani Rajo Mangkuto, orang kaya Koto Gadang, membeli dua rumah di Mekah, dirumah itulah Syaikh Ahmad Khatib menetap sampai akhirnya sukses menjadi Imam dan Khatib di Masjdil Haram..... Ahmad Alminangkabawi pun menjadikan rumahnya "tapatan" bagi penuntut ilmu yg datang dari minang, nyiak canduang,nyiak parabek, bahkan saya pun pernah menikmati rumah itu di musim haji tahun 2000  Khatib Ali menyediakan rumah beliau untuk penginapan para ulama yang datang ke Padang,,,,, MS Sulaiman mendanai mahmud yunus dan ulama lainnya berdakwah ke pelosok pasaman..... Buya Hamka berangkat ke Mekah dari uang Anduangnya, makan di Mekah nebeng ke rumah urang awak, di masa perjuangan sering makan di rumah Abdul Karim Syuaib,, pinsan di musim haji  karena kehbisan bekal, diselamatkan sedekah jamaah medan untuk berangka

surau kini

Opini di harian Singgalang Padang, 16/1/2017 Surau Sekolah sebagai Laboratorium Karakter Oleh: Muhammad Kosim (Dosen FTK IAIN IB Padang) Jika dalam kuliner orang Minang memiliki makanan khas seperti randang, maka dalam pendidikan masyarakat Minang juga memiliki ciri khas dan distingtif, yaitu surau. Optimalisasi peran dan fungsi surau sejatinya melahirkan lulusan sekolah-sekolah di Minangkabau yang memiliki karakter religius dan berintegritas.  Hampir setiap sekolah di Sumatera Barat, khususnya tingkat SMP dan SMA sederajat, memiliki surau. Ada yang berfungsi sebagai Masjid, yang lainnya hanya Mushalla. Sayangnya pemanfaatan surau tersebut lebih pada kegiatan ritual, seperti shalat zhuhur berjamaah atau shalat dhuha semata.  Padahal surau memiliki nilai historis yang merupakan bagian penting dalam corak pendidikan di Minangkabau. Begitu juga dalam sejarah Islam, masjid memiliki multifungsi dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat Islam.  Oleh karena itu, surau sekolah mesti dirancan

TAMBO ALAM

Image
Mengenal Tambo Ringkasan Tambo Alam Minangkabau Versi Datoek Toeah Data Buku Judul Buku     : Tambo Alam Minangkabau Pengarang     : H Datoek Toeh ( Koto Gadang, Payakumbuh) Editor           : A Damhoeri Penerbit        : Pustaka Indonesia, Bukittinggi Tahun Terbit  : 1930-an (?), Telah dicetak 13 kali Ringkasan Isi Tambo Iskandar Zulkarnain  (1) dari  nagari Ruhum  mewasiatkan kepada tiga putranya untuk  berangkat menuju ke Timur. Setelah IZ wafat ketiga putra tsb  : Sultan Maharaja Alif Sultan Maharaja Depang Sultan Maharaja Diraja Berangkat menuju pulau Langkapuri. Dekat pulau Sailan timbul niat jahat dari  SM Alif dan SM Depang, keduanya memaksa untuk memiliki Mahkota Sanggahana (2),  ketika berebut , mahkota jatuh kelaut.  Seekor naga membelit / menjaga mahkota tsb. Cateri Bilang Pandai (3) menciptakan duplikat mahkota dengan meneropong  dan menggunakan cermin untuk melihatnya. Mahkota jadi, persis seperti aslinya. Mahkota  sudah tukang dibunuh  (4) sehingga tak bisa d

TOKOH PENYUSUN TAMBO

Image
Mengenal Penulis Tambo IBRAHIN DATUAK SANGGUNO DIRAJO mungkin sebuah nama yang tak asing lagi bagi para pencinta kebudayaan Minangkabau. Namnya menjadi tenar berkat karya-karya tulisnya di bidang adat dan budaya Minangkabau. Dua bukunya, Kitab Tjoerai Paparan ‘Adat Lembaga ‘Alam Minangkabau (Fort de Kock: Agam, 1919) dan Moestiko ‘Adat ’Alam Minangkabau (Weltevreden: Balai Poestaka, 1920 [seri no. 277]) telah dicetak berulang kali. Bukunya yang lain: Hikajat Tjindoer Mata (Fort de Kock: Merapi, 1923), Kitab Peratoeran Hoekoem ‘Adat Minangkabau (Fort de Kock: Lie, 1924), Kitab Soal Djawab tantangan ‘Adat Minangkabau (Beladjar ‘Adat dengan Tidak Bergoeroe) (Fort de Kock: Lie, 1927) dan Papatah Minangkabau (Fort de Kock: Merapi, 1928). Beliau menerbitkan pula satu berkala yang berjudul Koempoelan ‘Adat Minangkabau (edisi 1, 27 Mei 1935). Ibrahim pernah berpolemik dengan Haji Rasul (Ayah Buya Hamka). Rupanya bukunya, Kitab Tjoerai Paparan, dikritik oleh Haji Rasul (Abd al-Karīm

MAKNA MARAWA

Image
Arti & Makna Lambang Marawa di Minangkabau Marawa merupakan bendera kebesaran Minangkabau dalam adat Minangkabau bukan hanya sekedar umbul-umbul, tetapi punya arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Marawa ini terdiri dari dua macam perpaduan warna:  Pertama,  perpaduan empat warna yaitu; hitam, kuning, merah dan putih, disebut Marawa Kebesaran Adat Minangkabau. Kedua, tiga warna yaitu; hitam, kuning dan merah, disebut Marawa Kebesaran Alam Minangkabau. Marawa merupakan lambang atau pencerminan wilayah Adat Luhak Nan Tigo. Warna kuning : melambangkan Luhak Tanah datar ( aianyo janiah, ikannyo jinak dan buminyo dingin). Warna merah : melambangkan Luhak Agam (airnyo karuah, ikannya lia dan buminya hangat). Warna hitam : melambangkan Luhak Limopuluah Koto ( aianyo manih, ikannyo banyak dan buminyo tawar). Setiap warna-warna Marawa tersebut mempunyai arti dan makna tersendiri tidak terkecuali tiangnya, yaitu: 1. Marawa Kebesaran Adat Minangkabau (Empat Warna)